Jakarta, infojatengupdate.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi di PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang melibatkan Rini Soemarno, eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2014-2019. Pemeriksaan hari ini menyoroti berbagai aspek pengambilan keputusan dan pengelolaan di PGN selama periode tersebut, termasuk kebijakan akuisisi PGN oleh Pertamina.
Menurut Jubir KPK Tessa Mahardika, pemeriksaan Rini Soemarno merupakan bagian penting dari serangkaian investigasi untuk memahami kedalaman keterlibatan dan tanggung jawab berbagai pihak dalam kasus ini.
“Eks Menteri BUMN, Rini Soemarno, diperiksa untuk memberikan klarifikasi terkait kebijakan dan keputusan yang diambil terkait dengan posisi-posisi strategis di PGN,” terang Tessa.
Setelah pemeriksaan yang berlangsung beberapa jam, Rini Soemarno berbicara kepada wartawan, menyatakan bahwa dirinya hanya diminta sebagai saksi untuk konfirmasi berbagai kebijakan yang dibuat selama masa jabatannya.
Rini mengaku bahwa dirinya tidak terlibat langsung dalam transaksi yang menjadi sorotan kasus korupsi ini. “Saya disini hanya sebagai saksi untuk mengonfirmasi beberapa keputusan yang diambil terkait direktur utama dan program-program di PGN. Transaksi spesifik yang ditanyakan tidak berada di bawah kewenangan langsung saya,” jelas Rini.
Kasus ini bermula dari temuan adanya transaksi jual-beli gas yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan, yang melibatkan PT PGN dan PT Inti Alasindo Energi antara tahun 2017 dan 2021. Dalam skema tersebut, terdapat dugaan overpricing dan penggunaan agen yang tidak perlu yang menyebabkan kerugian negara.
Hingga saat ini, KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yang diduga kuat berperan dalam memfasilitasi dan menjalankan transaksi-transaksi koruptif tersebut. Meski identitas mereka belum diungkap secara terbuka, penyidik KPK menegaskan bahwa penyelidikan masih terus berlangsung dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain yang terlibat.
Investigasi ini diharapkan dapat membongkar lebih jauh praktik korupsi dalam pengelolaan BUMN, serta memulihkan tata kelola perusahaan negara yang baik dan bersih dari korupsi.