infojatengupdate.com – Rokok elektrik atau vape kini semakin banyak digunakan oleh remaja Indonesia, terutama di usia sekolah menengah. Meski kerap dianggap lebih aman dari rokok konvensional, studi terbaru menunjukkan bahwa vape berdampak serius terhadap kesehatan otak dan paru-paru remaja.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahkan menyebutkan bahwa angka pengguna vape di bawah usia 18 tahun meningkat 2 kali lipat sejak 2020.
Studi Baru Ungkap Risiko Serius
Penelitian yang dilakukan Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan WHO menyebutkan, nikotin dalam vape dapat mengganggu fungsi otak yang masih berkembang, serta memperlambat pertumbuhan paru-paru pada remaja.
“Remaja yang memakai vape berisiko 3 kali lebih besar mengalami gangguan memori, kecemasan, dan sulit konsentrasi,” ungkap Dr. Wening Rahayu, peneliti utama.
Kandungan Vape Bukan Cuma Uap
Banyak orang salah paham dan mengira vape hanya mengandung “uap air”. Faktanya, cairan vape mengandung:
- Nikotin tinggi
- Propilen glikol dan gliserin
- Perisa sintetis (yang bisa berbahaya jika dipanaskan)
- Logam berat seperti timbal, nikel, dan kadmium
Zat-zat ini jika dipanaskan bisa memicu peradangan paru-paru dan memicu penyakit seperti bronkitis kronis bahkan popcorn lung (kerusakan paru akibat zat kimia).
Anak Sekolah Jadi Target Pasar
Banyak produsen vape menyasar remaja dengan:
- Desain menarik
- Rasa buah atau minuman manis
- Iklan kreatif di media sosial
Hasil survei KPAI menyebut, 28% siswa SMA di kota besar pernah mencoba vape, dan lebih dari 40% dari mereka menganggap vape “tidak berbahaya”.
Upaya Pemerintah dan Sekolah
Kemenkes bersama Kemendikbudristek akan meluncurkan:
- Kampanye anti-vape di sekolah
- Revisi aturan pelarangan penjualan vape ke anak di bawah 18 tahun
- Penguatan sanksi bagi toko online yang menjual vape ke pelajar
Penutup
Vape bukan solusi sehat dari rokok, apalagi untuk anak usia sekolah. Edukasi dan pengawasan perlu ditingkatkan agar remaja tidak menjadi korban kebiasaan baru yang berisiko tinggi terhadap kesehatannya.