infojatengupdate.com — Ketika Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI resmi disahkan oleh DPR RI dan kini tengah digugat melalui uji formil di Mahkamah Konstitusi (MK), publik kembali mengingat langkah berani Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang pernah menghapus Dwifungsi ABRI. Keputusan monumental tersebut dinilai sebagai tonggak penting dalam mengembalikan supremasi sipil dan memperkuat sistem demokrasi Indonesia pasca-Orde Baru.
Dwifungsi ABRI: Warisan Orde Baru yang Dihapus Gus Dur
Dwifungsi ABRI adalah kebijakan politik era Orde Baru yang memberikan militer dua peran sekaligus: di bidang pertahanan dan keamanan, serta di bidang politik dan pemerintahan. Dalam praktiknya, militer menempati kursi di DPR, lembaga negara, dan birokrasi sipil.
Gus Dur menganggap peran ganda ini sebagai bentuk anomali demokrasi. Menurutnya, keterlibatan militer dalam politik dapat menghambat kebebasan sipil dan mengancam nilai-nilai demokrasi. Oleh karena itu, pada awal masa jabatannya, Gus Dur berinisiatif menghapus Dwifungsi ABRI, yang kemudian direalisasikan secara bertahap hingga TNI tidak lagi menempati kursi di DPR mulai Pemilu 2004.
Landasan Gus Dur: Supremasi Sipil dan Reformasi Militer
Gus Dur berpandangan bahwa militer harus profesional dan netral secara politik. Ia menekankan bahwa kekuatan militer seharusnya hanya digunakan untuk menjaga kedaulatan dan keamanan negara, bukan sebagai alat politik kekuasaan. Dalam banyak pidatonya, Gus Dur menyuarakan pentingnya supremasi sipil atas militer sebagai prinsip fundamental dalam demokrasi.

“Tentara harus tunduk pada perintah sipil, bukan malah memegang kekuasaan politik. Negara ini terlalu lama disandera oleh ketakutan dan kekuasaan militer,” ujar Gus Dur kala itu.
Langkah ini pun sejalan dengan semangat reformasi 1998 yang menginginkan pemisahan yang tegas antara militer dan urusan pemerintahan sipil.
Relevansi dengan RUU TNI yang Disahkan
Pengesahan RUU TNI pada 20 Maret 2025 kembali memunculkan kekhawatiran publik terkait potensi kembalinya dominasi militer dalam urusan sipil. Salah satu pasal kontroversial adalah Pasal 47, yang memungkinkan prajurit TNI aktif menempati jabatan di 14 kementerian/lembaga sipil.
Hal ini dinilai sebagian kalangan sebagai kemunduran dari semangat reformasi yang diperjuangkan Gus Dur. Gugatan uji formil yang diajukan mahasiswa ke MK mencerminkan keresahan bahwa prinsip netralitas militer dan supremasi sipil bisa tergerus jika revisi UU TNI tidak dikaji secara hati-hati.
Pelajaran dari Gus Dur untuk Demokrasi Hari Ini
Langkah Gus Dur menghapus Dwifungsi ABRI menjadi pelajaran penting bahwa demokrasi membutuhkan keberanian untuk membatasi kekuasaan dan memperjelas peran institusi negara. Saat publik kembali mempertanyakan peran militer dalam pemerintahan, semangat reformasi dan keteguhan Gus Dur dalam menjaga demokrasi patut dijadikan cermin.